Postingan

Menampilkan postingan dari 2011

KU TULIS SAJAK INI

Goresan tinta ini bukanlah kalam pengecut Aku tak kan selamanya tinggal Di dunia tanpa batas namun penuh ilusi Aku ada di sini sebab aku realita Kutulis sajak ini... Karena sensasi yang tergores di batinku Karena fenomena yang mengalir di hariku Bukan karena aku bisu Dengan sajak, kuabadikan titah sanubariku Kugali hidup ini agar lebih dalam Kutulis sajak ini.... Sajak itu tidak lumpuh dan manja Sajak bukanlah umpatan atas fakta Sajak bukanlah keluhan akan takdir Karena sajak tertanam di jiwa penyair

TERUSLAH BERJALAN

Di hidup yang penuh relief Seorang manusia adalah lakon ujian Bertubi-tubi dituntut penyelesaian Dilemanya adalah dididik atau dijatuhkan Hadapi dan teruslah berjalan Dinamisme akan mengubah tanjakan dan liku-liku Menjadi jalan mulus tiada kerikil Bukankah hidup adalah naik sepeda? Terus kau kayuh atau kau akan terjatuh Semua berawal dari satu titik Lalu memendar dan terfokus menjadi titik lagi Terus langkahkan kaki

AKU PERNAH BERMIMPI

Aku pernah bermimpi Melukis angin dan memanah mentari Aku iri dengan para dewa Dan manusianya yang terkarunia Lalu aku pun bertanya Mungkinkah aku seperti mereka? Kini, jawabnya masih kucari Dengan perjuangan berdarah Semua berawal dari setitik asa Lalu terhubung jadi segaris takdir (Itu yang kuinginkan) Aku ingin menyebut ini kegilaan Barangkali terlihat sebagai ambisi dan obsesi Tak ada orang peduli

CERITA INDAH

Mungkin ini adalah cerita indah Yang ditulis tinta pena penentang takdir Menggali mimpi yang lama terpendam Bersama puing-puing kesalahan Di masa lalu, namun kini hilang Cerita ini cukup mudah Hanya perlu perhatian dan rasa Dan seseorang yang berbeda Terlalu indah jika bernama persahabatan Lebih elok dari pelangi dan bunga bermekaran Beranikah kau menulis cerita indah itu?

DONGENG HIJAU PEPOHONAN

Adalah sejengkal negeri yang diberkahi Jika ditancapi kayu, tumbuhlah pohon Beruntaian buah-buahan dan umbi Yang dikata orang zamrud khatulistiwa Ketika semua orang berbicara manfaat dan guna Kapak metal bermata satu tak henti bekerja Dari tangan-tangan penghancur masa Satu dasawarsa setelahnya Negeri itu berubah menjadi kerajaan polusi Di mana hutan beton tumbuh subur dari tanah beraspal jilatan api Berbagai asap emulsi mengepul ricuh Mengikis habis pentabir bumi Sungai yang dulunya nampak menarik hati Menjelma coklat serupa limbah pekat Sang bapak pun hanya kan dongeng pada anaknya Tentang pepohonan yang menghijau daun Sebab sudah amat jarang di dapati Di tanah yang dulunya “Gemah Ripah Loh Jinawi”

KAULAH INTAN

Musim di surga telah bergulir Bunga harapanku berguguran dari penantiannya Tapi, kau belum meberikan kehangatanmu padaku Di pagi hari ketika kita merasa menjadi satu Aku rindu matamu yang seperti mentari di hariku Aku ingin mendengar desah nafasmu di sisiku Bangun serpihan hatiku dan pahami kerinduanku Tapi, aku pun tak dapat memaksamu Suatu hari, ketika aku berjalan sendirian menapaki arti hidup Aku melihat air matamu, tapi tak dapat menghapus senyummu Di tengah malam, aku mendengarmu berdoa di atas tempat tidur Karena aku merasakan lukamu juga Kau adalah intan yang selalu menyinariku Ketika aku terperangkap di lubang kegelapan Kau adalah intan yang kuinginkan dan kukagumi Tanpa rasa iri hatiku, tanpa rasa ketamakanku

KENIKMATAN FANA

Berkarung bijih emas Engkau suguhkan Namun ku hanya mengenalnya Sebagai gundukan pasir Yang akan aus terhempas masa Aus yang tak berbekas kemilaunya Mengapa diri ini tak mau bangkit? Dari angan-angan maya Yang membimbingku pada jalan kekufuran Aku tak selalu tahu mau-Mu Seberapa bahagianya insan Tak dapat terukurkan Hanya iman yang bertahta dalam dada yang mampu melebur duka

KU CARI JALANKU SENDIRI

Kepada langit aku mengeluh Tentang matahari dan awan yang saling menyapa Dan di suatu tempat terendah di bumi Aku terbuang menertawai hidup Mengoceh bersama diamku sendiri Tak ada yang mendengar Apalagi bertanya,”Ada apa?” Yang ada hanya binatang-binatang dungu Setara aku yang membuta Tak tahu kemana itu utara Biarkanlah kucari jalanku sendiri Bersama mata angin yang bertuala ng

MASA DAN KEHIDUPAN

Seiring berdetaknya waktu Jantung ini pun berdenyut Memompa kehidupan yang nisbi Sedetikpun tak kan kembali Masa lalu dan kini adalah kehidupan Tapi akhirat... Semakin berlalu dari kehidupan Semakin menyongsong kematian Sesungguhnya dunia ini adalah bahtera Yang kan berlabuh di dermaga akhirat Kekal, kehidupan hakiki, tiada batas Seandainya, aku tetap jadi tanah liat Tak pernah mengerti apa itu putih dan hitam Tak pernah menghirup nafas dosa Tak akan pernah...

SANG MAHA SEMPURNA

Pintu mata adalah jaring-jaring kebohongan Ketika cinta ada di antara celahnya Menjerat jiwa yang mudah buta Terlupa bahwa kesempurnaaan itu maya Kemarin dia adalah malaikat rupawan Lalu kini menjelma menjadi setan Karena setitik nila t’lah menunjukkan belangnya Merubahnya menjadi manusia jalang Semakin terselami palung jiwanya Aura birunya kian memudar Meruntuhkan tebing-tebing pujian Yang sempat dibangun kokoh untuknya Kutatap keindahnya yang masih membekas Lalu aku pun teringat penciptanya Lebih sempurna dari yang dicipta Dialah Sang Maha Sempurna, tiada cela

SEBATAS DIAM

Ketika aku hanya sebatas diam Terbungkam bahkan mungkin mati Aku melihat sisi diriku terbang Dihempas angin yang mengejek kepura-puraan Setiap hari ada wajah-wajah yang tak kukenali Melintas di hadapku menyisakan kekosongan Tak kan pernah ku pakai topengku Aku ingin sebatang kara di negeriku sendiri Nyatanya, mereka melihatku  dengan  keabsahan Bukan sebagai manusia apatis yang individualis Aku adalah samudra tanpa pasang surut Kurindukan ombak pembawa inti kehidupan Tuk menerpaku satu demi satu tanpa henti Telinga-telinga takdir pun mendengarku Membujuk Tuhan untuk menuliskan kepastian Suatu hari ,dunia terasa seperti ilusi Aku tesenyum dan menangis dalam satu raga Yang terlihat di cakrawalaku kini adalah perubahan

KU TULIS SAJAK INI

Goresan tinta ini bukanlah kalam pengecut Aku tak kan selamanya tinggal Di dunia tanpa batas namun penuh ilusi Aku ada di sini sebab aku realita Kutulis sajak ini... Karena sensasi yang tergores di batinku Karena fenomena yang mengalir di hariku Bukan karena aku bisu Dengan sajak, kuabadikan titah sanubariku Kugali hidup ini agar lebih dalam Kutulis sajak ini.... Sajak itu tidak lumpuh dan manja Sajak bukanlah umpatan atas fakta Sajak bukanlah keluhan akan takdir Karena sajak tertanam di jiwa penyair